Kamis, 27 September 2007

Cudy: Selamat Datang Investor

Kota Palu berbenah. Untuk menarik investor, mereka membangun kawasan industri, mempermudah perizinan, dan menyiapkan infrastruktur. Andalannya, kakao dan rotan. Namun, keamanan masih jadi kendala. Di mana peran e-government?

Minadi Punjaya sepertinya tidak terlalu peduli dengan teror bom yang melanda Kota Palu. Pada awal Oktober 2004, dalam sepekan terjadi delapan kali ancaman bom dilontarkan oleh para penelepon gelap. Sasarannya, gedung-gedung sekolah dan sebuah rumah sakit bersalin. Lalu, 31 Desember 2005, bom meledak di Jl. Hasanuddin, Maesa, Palu Timur, dan menewaskan lima orang. Paling akhir, 31 Desember 2006, ditemukan dua buah kardus yang diduga berisi bom. Namun, itu tadi, Minadi tak peduli.

Minadi justru menaruh asa yang sangat besar terhadap rencana Pemerintah Kota Palu untuk membangun kawasan industri di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah ini. Apalagi setelah dia mengenal sosok Rusdy Mastura, wali kota Palu, yang dianggapnya sebagai seorang yang visioner. Niatnya untuk membangun pelabuhan laut di Kota Palu seperti ingin segera ia realisasikan. Ini dibuktikan dengan ditandatanganinya MoU rencana investasi, Senin (5/2) lalu, di lantai dasar Gedung Graha Mustika Ratu, kawasan Pancoran, Jakarta.

Sebenarnya, siang itu Minadi bukan satu-satunya calon investor yang hadir. Calon investor lain yang ikut menandatangani MoU adalah Raymond Kim, CEO PT Konesia Utama, dan Nyoman Dharmawanti, direktur PT Diaksa Pramana Wisesa. Namun, Minadi yang direktur PT Ina International Co. ini mungkin orang yang paling yakin dengan potensi di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu. “Saya melihat wali kotanya memulainya dengan hati yang tulus. Potensi alamnya juga menjanjikan. Jadi, mengapa kami tidak berani untuk memulai?” tandas Minadi, setengah bertanya.

KIT Masih Menggoda
Rini Djafar, direktur riset dan konsultasi PT Procon Indah, mengibaratkan kawasan industri dengan lirik sebuah lagu lama, “Aku masih seperti yang dulu”. Subsektor dalam bisnis properti sebetulnya nyaris tidak berkembang dalam 2–3 tahun terakhir. Perkembangan kawasan industri memang sangat tergantung pada masuknya investor. Nah, supaya investor masuk, perlu iklim investasi yang kondusif. Ini baik untuk investor domestik, terlebih lagi investor asing. Sungguhpun demikian, masih banyak pemerintah daerah yang berkeinginan mengembangkan kawasan industri terpadu.

Pemkot Palu salah satunya. Menurut Rusdy Mastura, sang wali kota, pembangunan kawasan industri merupakan salah satu cara untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Itu sebabnya pria pengidola grup band Ungu ini sibuk ke sana kemari mengundang investor untuk menanamkan modalnya di Kota Palu. “Kami harus meniru cara Pak Fadel (Fadel Muhammad, Gubernur Gorontalo―Red.) yang bisa mengundang para investor masuk ke Gorontalo,” ujarnya.

Apa yang membuat Rusdy ngotot ingin membangun kawasan industri di Kota Palu? “Saya ingin menjadikan Palu sebagai pusat perdagangan kakao dan kerajinan rotan, terutama untuk Sulawesi Tengah,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai ketua DPRD Kota Palu itu.

Kakao dan rotan merupakan komoditas utama yang dihasilkan provinsi dengan luas wilayah 66.905 kilometer persegi, atau 44% dari luas total Sulawesi ini. Jumlah produksi kakao Sulawesi Tengah per tahun mencapai 120.000 ton—bandingkan dengan volume produksi nasional yang sekitar 450.000 ton per tahun, alias terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lalu, produksi rotan mencapai 200–300 ton per tahun. Sementara itu, volume produksi rotan nasional adalah 750 ton per tahun. Indonesia merupakan pemasok 80% pasar rotan dunia.

Letak Palu yang berada di tepi Selat Makassar juga dinilai sangat strategis, nyaris serupa dengan posisi Singapura yang menjadi tempat persinggahan pelayaran internasional. Menurut Dharma Gunawan, ketua Bappeda Kota Palu, posisi itu memungkinkan Palu menjadi interline perdagangan dunia. “Sebab, semua pusat industri dunia berada di belahan utara,” jelas pria yang baru saja kembali diangkat sebagai ketua Bappeda itu.

Rencana untuk membangun kawasan industri ini kemudian mereka sampaikan kepada Departemen Perindustrian. Tahun lalu, pihak Departemen Perindustrian mengirim tim dari Universitas Indonesia untuk melakukan riset guna memetakan kompetensi inti atau core competence Kota Palu. Hasilnya, mebel rotan dan kakao menjadi core competency kota ini. “Maka, di sana kami rancang kawasan industri mebel rotan. Kami ingin Palu menguasai produk akhir rotan,” ujar Dedi Mulyadi Muhadjar, direktur biro Perencanaan, Departemen Perindustrian.

Kerja Sama
Rencana pembangunan kawasan industri dilakukan Pemkot Palu bekerja sama dengan Departemen Perindustrian. Soal dana, pihak pemkot menganggarkannya dalam APBD. “Kami sudah sampaikan kepada anggota DPRD agar mereka mau menaikkan APBD untuk pembangunan kawasan industri ini,” tutur Dharma.

Sementara itu, Departemen Perindustrian, jelas Dedi, akan mengalokasikan dana dekonsentrasi guna membantu rencana Pemkot Palu. “Kami berharap ini akan menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya,” jelas Dedi.

Menurut Amin Aco, kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palu, pihak pemkot sudah menggelontorkan dana sekitar Rp1,1 miliar, sedangkan Departemen Perindustrian mengeluarkan sekitar Rp13 miliar untuk pengembangan kawasan industri rotan. Kawasan industri ini akan dibangun di area seluas 1.500 hektar.

Pembangunan kawasan ini akan dilakukan bertahap. Tahap pertama adalah pengembangan lahan seluas 25 hektar guna pembangunan Unit Pelayanan Teknis (UPT). Fokus pengembangannya adalah pengelolaan berbasis rotan yang menyediakan layanan polish spill dan pemotongan rotan jadi.

Departemen Perindustrian juga membangun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Griya Rotan. Ini dilakukan guna menjamin ketersediaan SDM. Di SMK tersebut tersedia workshop dengan peralatan lengkap. Sekolah yang terletak 15 kilometer dari Kota Palu ini tengah mengajar 27 siswa.

Ungkap Dedi, pihak Departemen Perindustrian juga berencana membangun sekolah tinggi setingkat diploma. Lulusannya akan menjadi desainer untuk mebel rotan. Sebelum sekolah tersebut berdiri, untuk sementara Departemen Perindustrian bekerja sama dengan Universitas Tadulako guna mendidik mahasiswa yang memiliki keahlian di bidang mebel rotan.

Menarik Investasi
Menarik investor bukanlah perkara mudah. Ada empat hal yang penting diperhatikan: perizinan, infrastruktur, regulasi, dan keamanan. Soal perizinan, Rusdy, selaku wali kota, menjamin kelancaran pengurusannya. Bagi investor yang langsung datang ke Palu, pihak pemkot menyediakan sistem pelayanan satu atap (SIMTAP). Proses untuk mendapatkan izin hanya membutuhkan waktu kurang dari satu minggu.

Adapun bagi calon investor yang jaraknya lebih dekat ke Jakarta, pihak pemkot juga menyediakan layanan one-stop service lewat kantor perwakilannya yang ada di Ibu Kota. Namanya, Kantor Badan Promosi Kota Palu, yang diresmikan bersamaan dengan penandatanganan MoU awal Februari lalu. Kelak, kantor inilah yang akan menguruskan perizinan ke Palu.

Mengapa tidak menerapkan perizinan secara online saja?
Perizinan online biasanya terangkai dengan penerapan e-government. Nah, di Palu, penerapan e-government rupanya baru saja dimulai. Ke depan, jika Kota Palu sukses dalam menerapkan e-government, maka pengurusan izin-izin bisa dilakukan secara online. Kapan? “Kami targetkan paling lama pada 2008,” tegas Rusdy.

Minaldi menuturkan, saat mengurus izin, pihaknya tidak mengalami kesulitan yang berarti. Menurut dia, masalahnya justru pada infrastruktur Palu yang masih kurang memadai. Kondisi itu pulalah yang menjadi alasan PT Ina International menginvestasikan sekitar US$100 juta guna membangun pelabuhan di kota ini. Pelabuhan ini akan terintegrasi dengan kawasan industri. “Ketersediaan pelabuhan sangat penting bagi kawasan industri,” ujarnya.

Untuk infrastruktur telekomunikasi, pihak Telkom Divre VII menyediakan 54.902 satuan sambungan telepon (sst) di kota Palu. Sedangkan untuk telekomunikasi selular, semua operator GSM sudah ada di daerah ini. “Tak ada persoalan untuk sarana telekomunikasi,” kata Dharma.

Mengenai ketersediaan tenaga listrik, saat ini tengah diupayakan. Baru-baru ini, dirut PLN, Eddie Widiono, menandatangani 10 Power Purchase Agreement (PPA) proyek pembangkit listrik. Salah satunya dengan PT Pusaka Jaya Palu Power guna membangun PLTU Tawaeli yang berkapasitas 30 megawatt di Kecamatan Palu Utara. Perkiraan Rusdy, jika proyek tersebut selesai, ini akan menjamin ketersediaan listrik di Kota Palu.

Pembangunan kawasan industri terpadu tersebut pasti tidak akan selesai dalam kurun waktu satu-dua tahun. Nah, untuk memberikan kepastian hukum bagi proyek tersebut, akan diterbitkan peraturan daerah (perda) tentang tata ruang kota. “Jadi, siapa pun yang akan jadi wali kota Palu, dengan perda tersebut maka pembangunan kawasan industri terpadu ini akan terus berjalan,” jelas Dharma.

Untuk memantapkan rencana itu, pihak Bappeda serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palu berencana membuat perda tentang investasi. Penyusunan perda tersebut tengah menunggu selesainya pembuatan UU tentang Penanaman Modal, yang tengah digodok di DPR. Selain itu, pihak Pemkot Palu juga sedang mengusulkan ke pemerintah pusat untuk menjadikan Kota Palu sebagai kawasan ekonomi khusus.

Lalu, bagaimana dengan faktor keamanan? Ini memang menjadi masalah. Namun, pihak pemkot yakin konflik yang terjadi di Poso tak akan berdampak langsung terhadap Kota Palu. Walau pernah terjadi ledakan dan ancaman bom, menurut Amin Aco, situasi Kota Palu secara keseluruhan cukup kondusif. “Situasi kota tidak semengerikan sebagaimana yang digambarkan oleh media massa,” tegas pria pehobi tenis ini. So, selamat datang para investor!

1 komentar:

mamatt mengatakan...

Bagaimana investornya mau masuk, Listriknya aja matinya kayak minum obat 2-3 kali sehari 6 Jam mati 12 Jam nyala, masak kalah sama Kab. Buol... akhir mei ini so "TERANG"